Di Bali dikenal satu
bait sastra yang intinya digunakan sebagai slogan lambang negara
Indonesia, yaitu: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Manggrua, yang
bermakna 'Kendati berbeda namun tetap satu jua, tiada duanya (Tuhan -
Kebenaran) itu'. Bisa dipahami jika masyarakat Bali dapat hidup
berdampingan dengan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha,
dan lainnya. Pandangan ini merupakan bantahan terhadap penilaian
sementara orang bahwa Agama Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati
masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang
dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang
disebut Tri Murti, kendati terpilah tiga, namun terkait satu jua sebagai
proses lahir-hidup-mati atau utpeti-stiti-pralina. Dewata Nawa Sanga
sebagai sembilan Dewata yang menempati delapan arah mata angin dan satu
di tengah kendati terpilah sembilan lalu menjadi sebelas tatkala terpadu
dengan lapis ruang ke arah vertikal bawah-atas-tengah atau
bhur-bwah-swah, adalah satu jua sebagai kekuatan Tuhan dalam menjaga
keseimbangan alam semesta. Demikian pula halnya dengan nama dan sebutan
lain yang dimaksudkan secara khusus memberikan gelar atas
ke-Mahakuasa-an Tuhan.
Keyakinan umat Hindu terhadap
keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau ada di mana-mana
juga di dalam diri sendiri - merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan
keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat, yang
menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai terpadunya
manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran, perkataan, dan
perbuatan yang baik.
Umat Hindu percaya bahwa alam semesta
beserta segala isinya adalah ciptaan Tuhan sekaligus menjadi karunia
Tuhan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan guna kelangsungan hidup
mereka. Karena itu tuntunan sastra Agama Hindu mengajarkan agar alam
semesta senantiasa dijaga kelestarian dan keharmonisannya yang dalam
pemahamannya diterjemahkan dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga
jalan menuju kesempurnaan hidup, yaitu:
Hubungan manusia dengan Tuhan; sebagai atma atau jiwa dituangkan dalam
bentuk ajaran agama yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai
upacara persembahan kepada Tuhan. Karena itu dalam satu komunitas
masyarakat Bali yang disebut Desa Adat dapat dipastikan terdapat sarana
Parhyangan atau Pura, disebut sebagai Kahyangan Tiga, sebagai media
dalam mewujudkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi. Hubungan
manusia dengan alam lingkungannya; sebagai angga atau badan tergambar
jelas pada tatanan wilayah hunian dan wilayah pendukungnya (pertanian)
yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Desa Pakraman.
Hubungan manusia dengan sesama manusia; sebagai khaya atau tenaga yang
dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Krama Desa atau warga
masyarakat, adalah tenaga penggerak untuk memadukan atma dan angga.
Pelaksanaan berbagai bentuk upcara
persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat
Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk
atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya
tidak terlepas dari Tri Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam
semesta, dan manusia.
Didukung dengan berbagai filosofi
agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-Mahakuasa-an Tuhan, ajaran
Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya dalam lima bagian yang
disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:
Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa
Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan
(tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya
ini lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.
Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah
meninggal, yang melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu
lingkungan kehidupan berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini
bahwa roh leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, sesuai
dengan karma yang dibangun semasa hidup, akan menuju penyatuan dengan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah sepatutnya
melaksanakan berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut
berlangsung dengan baik.
Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik
pandai, yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan
tatanan budi pekerti dalam bertingkah laku.
Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri
beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang
manusia Bali, terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam
kandungan, lahir, tumbuh dewasa, menikah, beranak cucu, hingga kematian
menjelang. Upacara magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan,
hingga ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam
tingkatan Manusa Yadnya.
Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan
sumber daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan
alam semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca
Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja
(panas), Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena manusia
memiliki kemampuan berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara
alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).
Panca Maha Bhuta, yang memiliki
kekuatan amat besar, jika tidak dikendalikan dan tidak dipelihara akan
menimbulkan bencana terhadap kelangsungan hidup alam semesta. Perhatian
terhadap kelestarian alam inilah yang membuat upacara Bhuta Yadnya
sering dilakukan oleh umat Hindu baik secara insidentil maupun secara
berkala. Bhuta Yadnya memiliki tingkatan mulai dari upacara masegeh
berupa upacara kecil dilakukan setiap hari hingga upacara caru dan tawur
agung yang dilakukan secara berkala pada hitungan wuku (satu minggu),
sasih (satu bulan), sampai pada hitungan ratusan tahun.
Bali dengan masyarakat dan budaya yang unik
dipastikan bukanlah satu wilayah migrasi yang baru tumbuh. Keseharian
masyarakat Bali dengan budaya yang senantiasa menampilkan warna budaya
lokal menunjukkan bahwa perjalanan Bali telah melewati alur sejarah yang
panjang. Berbagai temuan arkeologi di berbagai wilayah Bali membuktikan
perjalanan panjang Pulau Bali berbarengan dengan wilayah dan negara
lain.
Sebagaimana dengan wilayah lain di Nusantara, masa-masa awal
kehidupan bermasyarakat di Bali dikelompokkan sebagai jaman pra sejarah.
Pada masa pra sejarah ini tidak ditemukan catatan-catatan yang
menggambarkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Yang menjadi acuan adalah
temuan berbagai peralatan yang dipergunakan sebagai sarana menopang
kelangsungan hidup manusia Bali ketika itu.
Dari berbagai temuan masa pra sejarah itu, jaman pra sejarah
Bali - sebagaimana dengan kebanyakan wilayah lain - meliputi tiga babak
tingkatan budaya. Lapis pertama adalah masa kehidupan yang bertumpu pada
budaya berburu. Secara alamiah, berburu adalah cara mempertahankan
kelangsungan hidup yang amat jelas dan mudah dilakukan. Dengan alat-alat
sederhana dari bahan batu, yang peninggalannya ditemukan di daerah
Sembiran di Bali utara dan wilayah Batur, manusia Bali diperkirakan
mampu bertahan hidup. Peninggalan peralatan sejenis yang lebih baik,
dengan menggunakan bahan tulang, ditemukan pula di gua Selonding di
daerah Bulit, Badung Selatan. Ini menunjukkan bahwa masa berburu
melewati masa cukup panjang disertai dengan peningkatan pola pikir yang
makin baik.
Masih berdasar pada temuan benda-benda purbakala, tergambar
bahwa Bali mulai meninggalkan masa berburu dan masuk pada masa bercocok
tanam. Kendati sudah memasuki tatanan hidup yang lebih terpola pada masa
bertanam, kelompok manusia Bali pada masa itu dipastikan hidup secara
berpindah. Berbagai peninggalan sejenis ditemukan sebagai temuan lepas
di berbagai wilayah Bali barat, Bali utara, dan Bali selatan. Tatatan
hidup dengan permukiman diyakini sebagai peralihan tatanan hidup manusia
Bali dari jaman pra sejarah ke jaman sejarah. Peninggalan purbakala
berupa nekara perunggu dan berbagai barang dari bahan logam di daerah
Pejeng Gianyar, membuktikan bahwa kala itu telah terbentuk tatanan
masyarakat yang lebih terstruktur.
Berbarengan dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman
sejarah, pengaruh Hindu dari India yang masuk ke Indonesia diperkirakan
memberi dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali. Masa peralihan ini,
yang lazim disebut sebagai masa Bali Kuno antara abad 8 hingga abad 13,
dengan amat jelas mengalami perubahan lagi akibat pengaruh Majapahit
yang berniat menyatukan Nusantara lewat Sumpah Palapa Gajah Mada di awal
abad 13. Tatanan pemerintahan dan struktur masyarakat mengalami
penyesuaian mengikuti pola pemerintahan Majapahit. Benturan budaya lokal
Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari Majapahit dalam bentuk penolakan
penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di berbagai daerah di
Bali. Secara perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian dan
percampuran kedua belah pihak, Bali berhasil menemukan pola budaya yang
sesuai dengan pola pikir masyarakat dan keadaan alam Bali.
Model penyesuaian ini kiranya yang kemudian membentuk
masyarakat dan budaya Bali yang diwarisi kini menjadi unik dan khas,
menyerap unsur Hindu dan Jawa Majapahit namun kental dengan warna lokal.
Pola perkembangan budaya Bali di masa-masa berikutnya, jaman
penjajahan dan jaman kemerdekaan, secara alamiah mengikuti alur yang
sama yaitu menerima pengaruh luar yang lebur ke dalam warna budaya
lokal.
Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni “Terwujudnya
Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera”. Dengan memperhatikan Visi
tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan
dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam
menghadapi gempuran pengaruh global sebagai akibat dari perkembangan
pariwisata di Bali.
VISI :
Penjabaran makna dari Visi tersebut :
- Bali Maju adalah Bali yang dinamis, Bali yang terus bergerak
menurut dinamika pergerakan dan perkembangan dunia. Bali yang senantiasa
bergerak dan maju dengan tetap menjunjung kesucian dan keiklasan demi
tegaknya dharma. Bali yang maju adalah Bali yang harus tetap “metaksu”
yang senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai daerah tujuan
wisata yang handal, berkharisma dan religious. Bali yang maju adalah
Bali yang modern menurut ukuran dan tuntutan nilai-nilai universal yang
tidak menyimpang dan atau bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu
(Bali) serta adat istiadat Bali. Kemodernan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup dan peradaban sebagai masyarakat yang berada di
perkampungan dunia yang terbuka.
- Bali Aman adalah Bali yang “dabdab” teratur sekala niskala. Bali
yang memiliki keseimbangan antara korelasi kebutuhan hubungan antara
manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam
lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan nya sejalan dengan
konsep Tri Hita Karana. Bali yang aman adalah Bali yang terhindar dari
ancaman intervensi virus-virus ideology yang bertentangan dengan Tri
Hita Karana seperti : terorisme, anarkhisme dan virus non traditional
threat lainnya yang mewarnai jaman Kali.
- Bali Damai adalah Bali yang diselimuti atmosfir kesejukan lahir
batin serta selalu dalam kondisi “tis” dan kondusif. Bali damai adalah
Bali yang menggambarkan adanya komunitas masyarakat Bali, baik di
perkotaan maupun pelosok pedesaan yang kental dengan suasana
“briyag-briyug, pekedek pakenyem”. Hal tersebut sebagai indikator
optimisme masyarakat dalam menatap masa depan yang menjanjikan.
- Bali Sejahtera adalah adalah Bali yang Sukerta Sekala Niskala, sebagai akumulasi diperolehnya kemajuan, keamanan, dan kedamaian.
Misi
- Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan Modern.
- Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas dari Berbagai Ancaman.
- Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Batin.
- Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi-1
(‘Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu,Dinamis, Maju, dan Modern’),
meliputi program utama untuk Urusan:
- Pendidikan :
- Meningkatkan kualitas SDM lahir bathin dengan
meningkatkan kualitas dan akses pendidikan melalui Wajib Belajar 12
tahun, serta penguasaan dan penerapan IPTEK
- Pembangunan pendidikan bertumpu pada 3 pilar utama; kemandirian dalam pengelolaan, akuntabilitas, dan jaminan mutu.
- Kesehatan
Meningkatnya kesehatan yang berkesinambungan dan berkualitas terutama bagi penduduk Miskin.
- Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Pemberdayaan perempuan berbasis kemandirian berusaha
- Perlindungan anak melalui pencegahan kekerasan dalam RT dan perdagangan perempuan dan anak.
- Kebudayaan
Pelestarian dan pengembangan kebudayaan Bali, mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga tradisional.
- Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Peningkatan kecerdasan dan kedewasaan masyarakat dalam berpolitik.
- Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian;
- Mewujudkan kehidupan politik dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
- Mewujudkan profesionalisme aparat pemerintahan
- Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah
- Komunikasi dan Informatika
Mewujudkan sistem informasi pemerintahan berbasis TI/komputerisasi.
- Perpustakaan
Meningkatkan kemampuan dan budaya baca terutama di daerah terpencil.
- Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan memotivasi masyarakat utk sadar dan memecahkan masalah yang dihadapi .
- Statistik
Meningkatkan kualitas data pendukung perencanaan.
- Kearsipan
Meningkatkan kinerja pengelolaan arsip
- Pemuda dan Olah Raga
- Kontribusi pemuda dan lembaga kepemudaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
- Meningkatkan prestasi olah raga.
- Kependudukan dan Catatan Sipil
- Penataan persebaran dan mobolitas penduduk
- Peningkatan daya saing penduduk Bali
- Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk
- Menyelenggarakan sistem adm kependudukan.
- Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi Ke – 2
(‘Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas dari
Berbagai Ancaman’),meliputi program utama;
- Penataan Ruang
- Meningkatkan profesionalisme aparat penataan ruang
- Membentukan Tim Pembina dan Pengendali tata ruang
- Penyesuaian rencana tata ruang dan pengenaan sanksi bagi pelanggar tata ruang
- Penerapan RTRWP secara konsisten
- Perencanaan Pembangunan
Menyelaraskan konsep rencana program dengan instansi terkait, dengan mengacu tata ruang dan lingkungan hidup.
- Lingkungan Hidup
Mengoptimalkan potensi,keselarasan tatanan kehidupan modern,
pelestarian panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan
sistem budaya yang berorientasi kpd tatanan lingkungan hidup,
pengendalian pemanfaatan pantai dan laut.
- Kehutanan
Meningkatkan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan kritis,
pengelolaan hutan bersama masyarakat, pengembangan produksi hasil hutan,
dan pengendalian peredaran hasil hutan.
- Energi dan Sumber Daya Mineral
Melindungi Bali sebagai pulau yang unik yang memiliki
kelengkapan ciri geografis dan keterbatasan SDA bawah tanah, menjaga
kelestarian dan keberlanjutan pembangunan.
- Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
- Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang heterogenitas etnis dan agama
- Mengembangkan sistem keamanan yang berstandar internasional.
- Otonomi Daerah , Pem.Umum, Administrasi Keuangan, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian
- Memantapkan penegakan hukum
- Meningkatkan koordinasi dengan DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, TNI, Lembaga Tradisional, LSM dan Masyarakat luas
- Melibatkan masyarakat dan lembaga-lembaga adat
- Meningkatkan kualitas SDM dan profesionalisme aparat penegak hukum
- Arah Kebijakan Pembangunan utk melaksanakan Misi ke-3
(‘Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin’), meliputi
program utama:
- Ketenagakerjaan, Koperasi dan UKM
- Mengembangkan ekonomi berkerakyatan dan berkeadilan
- Menetapkan, meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan Upah minimum Kab/Kota
- Memantapkan pengembangan koperasi dan lembaga ekonomi kerakyatan lainnya.
- Koperasi dan UKM
- Mewujudkan ekonomi kerakyatan yang tangguh
- Mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dengan meminimalkan resiko kredit modal dan investasi
- Perdagangan
Mengembangkan kemitraan pemasaran IKM
- Industri
Mengembangkan Industri Kecil & Industri RT
- Penanaman Modal
Menciptakan iklim investasi yg kondusif.
- Pertanian
- Mengembangkan pertanian yang tangguh
- Memberikan insentip bagi petani, berupa keringanan pajak, subsidi pupuk, kredit, terutama pada jalur hijau dan kawasan wisata
- Kerjasama penelitian dan pengembangan budidaya dan pasca panen pertanian
- Mensinergikan pembangunan pertanian dengan pariwisata melalui kerjasama dan kemitraan
- Ketahanan Pangan
Meningkatkan peran sektor pertanian dalam memperkokoh Ketahanan
Pangan, optimalisasi pengelolaan SDA & SDM Bali, penguatan
kelembagaan
- Kelautan dan Perikanan
Meningkatkan penelitian dan pengelolaan potensi laut, menyediakan fasilitas, sarana & prasarana.
- Pariwisata
Mengembangkan pariwisata kerakyatan, perbaikan infrastruktur,
menggali inovasi, demokratisasi usaha pariwisata utk memberdayakan
masyarakat lokal, Meningkatkan kualitas pariwisata budaya secara
terpadu, menciptakan kondisi yang kondusif, perlindungan dan insentif
bagi lembaga dan pelaku pariwisata yg mengabdi pada pelestarian budaya.
- Pekerjaan Umum
Mengembangkan air baku & irigasi yg memadai.
- Perhubungan
Mengembangkan prasarana transportasi, informasi & komunikasi, terutama di Bali Utara, Bali Barat dan Bali Timur.
- Perumahan
Mengembangkan Sarana dan prasarana perumahan dan permukiman,
mengefisienkan penggunaan lahan sesuai Rencana Tata Ruang, perda
Ketinggian bangunan, dan daya dukung lingkungan
- Pemberdayaan Masyarakat Desa
Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan, meningkatkan peran pemerintahan desa
- Ketransmigrasian
Meningkatkan kualitas SDM transmigran asal Bali.
- Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Meningkatkan jumlah cakupan peserta KB dan jumlah peserta KB Mandiri
- Sosial
Meningkatkan kualitas kesejahteraan sosial, sumber kehidupan penyandang masalah kesejahteraan sosial